- Korupsi
Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa
Latin, yaitu corruptus yang merupakan kata sifat dari kata
kerja corrumpere yang bermakna menghancurkan (com memiliki
arti intensif atau keseungguh-sungguhan, sedangkan rumpere memiliki
arti merusak atau menghancurkan. Dengan gabungan kata tersebut, dapat ditarik
sebuah arti secara harfiah bahwa korupsi adalah suatu tindakan menghancurkan
yang dilakukan secara intensif. Dalam dictionary.reference.com, kata corruption
diartikan sebagai to destroy the integrity of; cause to be dishonest,
disloyal, etc., esp. by bribery (Lihat “Corrupt | Define Corrupt
at Dictionary.com”. Dictionary.reference.com. Retrieved 2010-12-06.)
Sejatinya, ada begitu banyak pengertian dari
korupsi yang disampaikan oleh para ahli. Huntington (1968) memberikan
pengertian korupsi sebagai perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Korupsi
juga sering dimengerti sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk
keuntungan pribadi. Namun korupsi juga bisa dimengerti sebagai perilaku tidak
mematuhi prinsip “mempertahankan jarak”. “Mempertahankan jarak” ini maksudnya
adalah dalam mengambil sebuah keputusan, baik di bidang ekonomi, politik, dan
sebagainya, permasalahan dan kepentingan pribadi atau keluarga tidak memainkan
peran (Agus Suradika, 2009: 2). Selain itu, korupsi juga dapat dikatakan
sebagai representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik (Wahyudi
Kumorotomo, 2005: V)
Nye, J.S. (1967) dalam “Corruption and political
development” mendefiniskan korupsi sebagai prilaku yang menyimpang dari aturan
etis formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik
yang disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan
dan status (lihat Agus Suradika, 2009: 2).
Amin Rais, dalam sebuah makalah berjudul “Suksesi
sebagai suatu Keharusan”, tahun 1993, membagi jenis korupsi menjadi empat tipe.
Pertama, korupsi ekstortif (extortive corruption),
yaitu korupsi yang merujuk pada situasi di mana seseorang terpaksa menyogok
agar dapat memperoleh sesuatu atau mendapatkan proteksi atas hak dan
kebutuhannya. Misalnya, seorang pengusaha dengan sengaja memberikan sogokan
pada pejabat tertentu agar bisa mendapat ijin usaha, perlindungan terhadap
usaha sang penyogok, yang bisa bergerak dari ribuan sampai miliaran rupiah. Kedua,
korupsi manipulatif (manipulative corruption), yaitu
korupsi yang merujuk pada usaha kotor seseorang untuk mempengaruhi pembuatan
kebijakan atau keputusan pemerintah dalam rangka memperoleh keuntungan
setinggi-tingginya. Misalnya pemberian uang kepada bupati, gubernur, menteri
dan sebagainya agar peraturan yang dibuat dapat menguntungkan pihak tertentu
yang memberikan uang tersebut Peraturan ini umumnya dapat merugikan masyarakat
banyak. Ketiga, korupsi nepotistik (nepotistic
corruption), yaitu perlakuan istimewa yang diberikan pada keluarga:
anak-anak, keponakan atau saudara dekat para pejabat dalam setiap eselon.
Dengan perlakuan istimewa itu para anak, menantu, keponakan dan istri
sang pejabat juga mendapatkan keuntungan. Keempat, korupsi
subversif (subversive cossuption), yaitu berupa pencurian
terhadap kekayaan negara yang dilakukan oleh para pejabat negara dengan
menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.
- Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau
kelompok lain sedemikan rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan
keinginan dan tujuan dari oang yang mempunyai kekuasaan itu. Kekuasaan sosial
terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial (Miriam
Budiarjo, “Dasar-dasar Ilmu Politik, 1995: 35)
Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk
mengedalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan member
perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan
cara yang tersedia (Robert M. Maclver, 1961: 87). Kekuasaan dalam suatu
masyarakat selalu berbentuk piramida, yang disebabkan oleh kekuasaan yang
satu menegaskan dirinya lebih unggul daripada yang lain. Piramida kekuasaan ini
menggambarkan kenyataan bahwa dalam sejarah masyarakat golongan yang berkuasa
dan yang memerintah itu relatif lebih kecil dari pada yang dikuasai (op cit.,
h.36)
Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya mamupun
akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial, dan fokusnya
ditujukan kepada negara sebagai satu-satunya pihak yang berwenang untuk
mengendalikan tingkah laku sosial dengan paksaan (ibid., h.37)
- White-collar crime
Pengertian dasar dari konsep white-collar
crime yang dikemukakan oleh Sutherland adalah untuk menunjuk tipe pelaku
dari suatu kejahatan, yaitu “orang dari kelas sosial ekonomi tinggi yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum yang dibuat untuk mengatur
pekerjaanya” (Sutherland, 1949: 9). Orang dari kelas sosial ekonomi ini,
menurut Sutherland, adalah mengacu kepada orang-orang yang berada di kelompok
orang-orang terhormat.
Atas dasar pengertian di atas, tindakan kriminal
seperti pembunuhan, perzinahan, dan peracunan tidak dapat dikategorikan sebagai
white-collar crime meskipun kejahatan itu dilakukan oleh orang yang
berstatus sosial ekonomi tinggi karena tindakan itu tidak memiliki kaitan
dengan pekerjaannya. Kejahatan yang dilakukan oleh penjahat yang kaya, misalnya
kecurangan dalam perjudian, yang memiliki kaitan erat denganpe pekerjaannya,
juga tidak dapat dikateogrikan sebagai white-collar criminal, karena
penjahat tersebut tidak termasuk dalam golongan orang terhomat (Muhammad
Mustofa, 2010: 17).
White-collar yang dimaksudkan oleh
Sutherland adalah mereka yang merupakan orang-orang terhormat. Istilah itu
merupakan istilah yang awalnya digunakan oleh Sloan, Direktur General Motors
dalam bukunya The Autobiography of a White Collar Worker, yang
memiliki arti lebih luas. White-collar menunjuk kaum peneruma gaji
yang mengenakan pakaian yang bagus-bagus dalam pekerjaanya, seperti karyawan
administrsi kantor, para manajer dan para asistennya (Lihat Sutherland, 1949:
9, catatan kaki 7)
Pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
orang-orang terhormat ini biasanya berupa pemanfaatan wewenang untuk
kepentingan pribadi, biasanya dalam usaha untuk mempertahankan jabatan atau
memperoleh kekayaan. Terkait dengan hal ini, sistem keuangan negara yang
berlaku di negeri ini merupakan lahan yang subur bagi praktik-praktik yang
demikian. Selain itu, pemanfaatan sumber daya alam yang menjadi mesin utama
bagi negara dalam menghasilkan dana juga membuka kesempatan terjadinya
kejahatan oleh kerah puitih. White-collar crime dalam bentuk kejahatan
korporasi tercatat terjadi di bidang yang berhubungan dengan perlindungan
konsumen, pencemaran lingkungan, pembalakan hutan (Illegal loging).
Terdapat dua kategori kejahatan dalam dimensi white-collar
crime, menurut Clinard dan Quinney (1973), yaitu occupational criminal
behavior dan corporate criminal behavior. Dalam menjabarkan
cirri-ciri occupational crime behavior, Clinar dan Quineey merujuk
kepada rumusan tipologi oleh Bloch dan Geis (1970), yaitu perbuatan yang
dilakukan:
-
Oleh individu sebagai individu (misalnya pengacara, dokter);
-
Oleh pegawai terhadap majikannya (misalnya kasus penggelapan);
-
Oleh pejabat pembuat kebijakan untuk kepentingan majikan (kasus monopoli);
-
Oleh agen korporasi terhadap kepentingan umum (misalnya iklan yang menyesatkan)
-
Oleh pedagan terhadap konsumen (pelanggaran konsumen)
Hagan (1989) memberikan tipologi white-collar
crime yang berangkat dari tipologi yang diutarakan oleh Edelhertz,.
Tipologi oleh Edelhertz adalah sebagai berikut:
-
Kejahatan oleh orang-orang yag bekerja secara individual dan sementara (ad
hoc), misalnya pelanggaran pajak, penipuan kartu kredit, penipuan
kebangkrutan dan lain-lain;
-
Kejahatan yang dilakukan dalam rangka pekerjaan (yang sah) ileh orang yang
mengoperasikan bisnis internal, pemerintahan, atau lain-lain kemapanan, dalam
bentuk pelanggaran tugas atau loyalitas dan kesetiaan terhadap majikan dank
lien, misalnya penggelapan, pencurian, penggajian pegawai palsu;
-
Kejahatan yang sesekali dilakukakan dalam rangka memajukan usaha bisnis,
misalnya pelanggaran antimonopoli, penyuapan, pelanggaran peraturan makanan,
dan obat-obatan;
-
White-collar crime sebagai bisnis, atau sebagai aktivitas utama.
Konsep ini termasuk dalam bahasan kejahatan professional, misalnya penipuan
layanan pengobatan dan kesehatan, undian palsu, dan sebagainya (lihat Muhammad
Mustofa, 2010: 28)
Ketentuan tipologi yang pertama dan kedua adalah
bentuk kejahatan yang dijalankan oleh individu, sedangkan ketentuan yang ketiga
dan keempat merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan oleh organisasi.
- Kejahatan Korporasi
Kejahatan korporasi tidak dapat dilihat sebagai
tingkah laku yang dilakukan oleh orang, tetapi harus sebagai tingkah laku
organisasi yang kompleks. Kejahatan korporasi dapat dipahami melalui teori
organisasi untuk menjelaskan bagaimana korporasi sebagai organisasi yang secara
kodrati khas, yaitu organisasi berskala besar melakukan tingkah laku yang
melanggar hukum. Strtuktur dari organisasi korporasi ini sangat luas sehingga
menopang keadaan yang mendorong terjadinya penimpangan oleh organisasi,
disebabkan oleh menyebarnya tanggung jawab secara luas. Kodrat tujuan korporasi
untuk mendapatkan keuntungan yang merupakan cirri iklim sosal industry dapat
mendorong tindakan pelanggaran hukum dan tindakan yang mendekati pelanggaran
hukum (Clinard, Yeager, 1980: 43)
Di dalam korporasi, terdapat jenjang-jenjang yang
memungkinkan setiap jenjang tersebut memiliki sikap tidak bertanggung jawab
(pelembagaan sikat tidak bertanggung jawab). Hal ini menyebabkan korporasi
bekerja dan memiliki fungsi seperti tirai, yang membolehkan setiap orang di
dalamnya tidak tersentuh oleh moral maupun hukum. Dari situasi seperti inilah
kejahatan korporasi hampir dapat terjadi. Mereka, eksekutif korporasi, dapat
mengelak dari tanggung jawab dengan dalih bahwa cara-cara tidak sah dalam
mencapai tujuan korporasi yang dirumuskan secara umum sdah merupakan sarana
yang tersedia tanpa dapat dikendalikan (Ibid., h.44)
- Differential Association.
Differential Association adalah sebuah
teori kriminologi yang melihat bahwa tindakan kejahatan sebagai perilaku yang
dipelajari. Teori yang dikemukakan oleh Sutherland ini, berkeyakinan bahwa
perilaku menyimpang disosialisasikan melalui sebuah cara yang kurang memiliki
perlawanan terhadap perilaku iti sendiri. Sama halnya dengan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, yang disosialisasikan melalui interaksi sosial dan
ketaatan, begitu juga dengan kejahatan dan perilaku menyimpang.
Sutherland memberikan 9 prinsip dari teori Differential
Association, yaitu:
1) Kejahatan dan
perilaku menyimpang itu dipelajari
2) Kejahatan dan
perilaku menyimpang itu dipelajari dalam sebuah interaksi dengan orang lain
melalui proses komunikasi
3) Belajar menjadi
jahat terjadi di dalam primary group (keluarga, teman, teman
sepermainan atau sahabat paling dekat)
4) Belajar menjadi
jahat termasuk juga di dalamnya untuk belajar mengenai teknik, tujuan,
rasionalisasi, kebiasaan dan sikap sehari-hari.
5) Arah khusus dari
tujuan dan sikap itu dipelajari dari definisi situasi yang menguntungkan dan
tidak menguntungkan.
6) Seseorang
menjadi penjahat apabila di dalam dirinya ada pertimbangan bahwa dengan
melanggar hukum akan mendapat keuntungan yang lebih banyak daripada tidak
melanggar hukum.
7) Differential
association bervariasi dalam frekuensi, durasi, prioritas, dan intensitas.
8) Proses belajar
menjadi jahat itu melibatkan semua mekanisme yang terlibat dalam pembelajaran
lainnya.
9) Meskipun
perilaku kejahatan (kriminal) adalah ekspresi dari kebutuhan umum dan sikap,
perilaku kriminal dan tujuannya tidak dijelaskan atau dimaafkan oleh kebutuhan
dan sikap sama, sedangkan perilaku non-kriminal dijelaskan oleh kebutuhan umum
dan sikap sama.
0 komentar:
Posting Komentar