EMILE DURKHEIM
1.Pengantar Teori Struktural Fungsional.
Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.
Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural
fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem
umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam
khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara
mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan
strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya
pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial.
Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya
berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep
fungsi dan konsep struktur.
Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan
berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan
elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat perkataan
”masih berfungsi” atau ”tidak berfungsi.” Fungsi tergantung pada
predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ
tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan
oleh suatu partai dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya.
Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai
dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.
Menurut Michael J. Jucius (dalam Soesanto, 1974:57) mengungkapkan
bahwa fungsi sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan
harapan dapat tercapai apa yang diinginkan. Michael J. Jucius dalam hal
ini lebih menitikberatkan pada aktivitas manusia dalam mencapai
tujuan. Berbeda dengan Viktor A. Thomson dalam batasan yang lebih
lengkap, tidak hanya memperhatikan pada kegiatannya saja tapi juga
memperhatikan terhadap nilai (value) dan menghargai nilai serta
memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut. Berbicara masalah nilai
sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang ditujukan kepada manusia
dalam melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam berbagai bentuk
persekutuan hidupnya. Sedangkan benda-benda lain melaksanakan fungsi
dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu bagi manusia dalam
melaksanakan fungsinya tersebut.
Demikian pula fungsi komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat
kita lihat sebagai upaya manusia. Hal ini disebabkan karena, baik
komunikasi maupun politik, keduanya merupakan usaha manusia dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young sebagai hasil
yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan bagi kepentingan
(dalam hal ini sistem sosial atau sistem politik). Jika fungsi menurut
Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang ditujukan bagi
kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari suatu sistem
tertentu, maka struktur menurut SP. Varma menunjuk kepada
susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur
dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang
terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa,
kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam
infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik.
Mengacu pada pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K.
Merton, serta pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi komunikasi politik sebagai
salah satu fungsi input dalam sistem politik. Sementara struktur yang
dimaksud adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian
dari infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan
agregasi kepentingan, serta fungsi sosialisasi politik, fungsi
partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang harus
dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam
sistem politik adalah fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan
fungsional bagi struktur lain akan tetapi partai politik menjadi
disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang
”berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat
karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile
Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan
organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut
memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus
dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan
normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi
maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai
contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi
yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari
sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang
parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan
menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian
terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada
akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali
dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan
normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang,
sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan
sosial.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh
dua orang ahli antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan
A.R. Radcliffe-Brown. Malinowski dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli
sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya
menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat, analisa fungsional
yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya tentang
beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman
Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural
merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer.
Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman
kejahatan, atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang
dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu
merupakan sumbangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan
struktural (Radcliffe-Brown (1976:505).
Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal
berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme tersebut.
Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada
”fakta-fakta antropologis” dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta
itu dalam sistem kebudayaan (Malinowski, 1976: 551).
Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner
(1970: 138-157) mengingatkan pada pembaca-pembacanya akan lingkungan
di mana fungsionalisme aliran Parson berkembang. Walaupun kala itu
adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar
negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori fungsionalisme Parsons
mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem.
Pada saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang
optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson itu dipengaruhi oleh
keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa
kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam
sistem yang kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan
perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat
masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas
srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah
tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal
kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak
selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini
benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi
tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas
bagian-bagian yang saling tergantung. Coser dan Rosenberg (1976: 490)
melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di
dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian
adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci
berdasarkan atas kebiasaan sosiologis standar. Struktur menunjuk pada
seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola”, atau
”suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi”.
Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa
sebagai suatu paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam
sosiologi kontemporer Amerika. Di tahun 1959 Kingsley Davis di dalam
pidato kepemimpinannya di hadapan anggota ”American Sociological
Association”, bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa
fungsionalisme struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari
sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori
fungsionalisme struktural itu semakin banyak mendapat serangan sehingga
memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan
mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam
sosiologi.
2. Pengertian Solidaritas Mekanik Dan Organik
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota.
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota.
3.Konsep Dasar Tentang Anomy
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan”.
Macam-macam Anomi itu ada 3
1.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu
2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat
3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan”.
Macam-macam Anomi itu ada 3
1.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu
2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat
3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film
1. Anomie sebagai kekacauan pada diri individu
Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali
memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh
individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia berpendapat bahwa
pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern
sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan
yang egois ketimbang kebaikan komunitas yang lebih luas.
Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam
karyanya. Ia mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan
sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie akan
berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu,
namn tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena
berbagai keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan
memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri.
2. Anomie sebagai kekacauan masyarakat
Kata ini (kadang-kadang juga dieja “anomy”) telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.
Kata ini (kadang-kadang juga dieja “anomy”) telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.
Anomie sebagai kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan
“anarkhi”. Kata “anarkhi” menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarkhi,
dan komando, sementara “anomie” menunjukkan tidak adanya aturan,
struktur dan organisasi. Banyak penentang anarkhisme mengklaim bahwa
anarkhi dengan sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua
anarkhis akan mengatakan bahwa komando yang hierarkhis sesungguhnya
menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic
Escalation). Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua,
melaporkan penggunaan kata “anomie” dalam pengertian “ketidakpedulian
atau pelanggaran terhadap hukum”.
3. Anomie dalam sastra dan film
Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: “Aujourd’hui, maman est morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas.” (“Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak bermakna?”
Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: “Aujourd’hui, maman est morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas.” (“Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak bermakna?”
Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu
filosofis bagi eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan
yang sama dalam novel-novelnya. Dalam The Brothers Karamazov, tokoh
Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang ateis, Rakitin, “…tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai?’” Raskolnikov,
anti-hero dari novel Dostoevsky Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan
filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh seorang juru gadai tua
dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan tindakannya
itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, “… yang kubunuh bukanlah manusia, melainkan sebuah prinsip