4

kesadaran budaya

1.      Pengertian Kesadaran Budaya
     Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya  dan adat istiadatnya dan mampu untuk menghormatinya. (Vacc et al, 2003).
       Wunderle (2006) menyebutkan bahwa kesadaran budaya (cultural awareness) sebagai suatu kemampuan mengakui dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai-nilai dan perilaku manusia.  Implikasi dari kesadaran budaya terhadap pemahaman kebutuhan untuk  mempertimbangkan budaya, faktor-faktor penting dalam menghadapi situasi tertentu. Pada tingkat yang dasar, kesadaran budaya merupakan informasi, memberikan makna tentang kemanusian untuk mengetahui tentang budaya. Prinsip dari tugas untuk mendapatkan pemahaman tentang kesadaran budaya adalah mengumpulkan informasi tentang budaya dan mentranformasikannya melalui penambahan dalam memberikan makna secara progresif sebagai suatu pemahaman terhadap budaya.
                  Pantry (dalam Sturges, 2005) mengidentifikasikan 4 kompetensi yang dapat terhindari dari prejudis, miskonsepsi dan ketidakmampuan dalam menghadapi kondisi masyarakat  majemuk yaitu: Kemampuan berkomunikasi (mendengarkan, menyimpulkan, berinteraksi), Kemampuan proses (negosiasi, lobi, mediasi, fasilitasi), Kemampuan menjaga informasi (penelitian, menulis, multimedia), Kemampuan memiliki kesadaran dalam informasi, cara mengakses informasi, dan menggunakan informasi.  Keempat kompetensi tersebut memberikan peran penting dalam menghadapi masyarakat yang multikultural dalam kesadaran budaya.
                  Fowers & Davidov (Thompkins  et al,  2006) mengemukakan bahwa proses untuk menjadi sadar terhadap nilai yang dimiliki, bias dan keterbatasan meliputi eksplorasi diri pada budaya hingga seseorang belajar bahwa perspektifnya terbatas, memihak, dan relatif pada latar belakang diri sendiri.Terbentuknya kesadaran budaya pada individu merupakan suatu hal yang terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui berbagai hal dan melibatkan beragam faktor diantaranya adalah persepsi dan emosi maka kesadaran (awareness) akan terbentuk.
                  Berdasarkan hal di atas,  pentingnya nilai-nilai yang menjadi faktor penting dalam kehidupan manusia akan turut mempengaruhi kesadaran budaya (terhadap nilai-nilai yang dianut) seseorang dan memaknainya.  Penting  bagi kita  untuk memiliki kesadaran budaya (cultural  awareness)  agar  dapat memiliki kemampuan untuk memahami budaya dan faktor-faktor penting yang dapat mengembangkan nilai-nilai budaya sehingga dapat terbentuk karakter bangsa.

2.      Tingkat Kesadaran Budaya  (Cultural Awareness)
Wunderle (2006) mengemukakan lima tingkat kesadaran budaya yaitu:
a)      Data dan information.
Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi secara kognitif. Data terdiri dari signal-signal atau tanda-tanda yang tidak melalui proses komukasi antara setiap kode-kode yang terdapat dalam sistim, atau  rasa yang berasal dari lingkungan yang mendeteksi tentang manusia. Dalam tingkat ini penting untuk memiliki data dan informasi tentang beragam perbedaan yang ada. Dengan adanya data dan informasi maka hal tersebut dapat membantu kelancaran proses komunikasi.
b)      Culture consideration.
Setelah memiliki data dan informasi   yang jelas tentang suatu budaya maka kita akan dapat memperoleh pemahaman terhadap budaya dan  faktor apa saja yang menjadi nilai-nilai  dari budaya tertentu.  Hal ini akan memberikan pertimbangann tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh suatubudaya secara umum dan dapat memaknai arti dari  culture code  yang ada. Pertimbangan budaya ini  akan membantu kita untuk memperkuat proses komunikasi dan interaksi yang akan terjadi.
c)      Cultural knowledge.
Informasi dan pertimbangan yang telah dimiliki memangtidak mudah untuk dapat diterapkan dalam pemahaman suatu budaya. Namun, pentingnya pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi seseorang untuk menghadapi situasi yang akan dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya pengetahuan tentang budaya orang lain namun juga penting untukmengetahui budayanya sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan terhadap budaya dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan khusus. Tujuannya adalah untuk membuka pemahaman terhadap sejarah suatu budaya. Ini termasuk pada isu-isu utama budaya seperti kelompok, pemimpin, dinamika, keutaman budaya dan keterampilan bahasa agar dapat memahami budaya tertertu.
d)      Cultural Understanding.
Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan juga budaya orang lain melalui berbagai aktivitas dan pelatihan penting agar dapat memahami dinamika yang terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu, penting untuk terus menggali pemahaman budaya melalui pelatihan lanjutan. Adapun tujuannya adalah untuk lebih mengarah pada kesadaran mendalam pada kekhususan budaya yang memberikan pemahaman hingga pada proses berfikir, faktor-faktor yang memotivasi, dan isu lain yang secara langsung  mendukung proses pengambilan suatu keputusan.
e)      Cultural Competence.
Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya.  Kompetensi budaya  merupakan pemahaman terhadap  kelenturan  budaya  (culture adhesive). Dan hal ini penting karena  dengan kecerdasan budaya yang memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. Implikasi dari kompetensi budaya adalah pemahaman secara intensif terhadap kelompok tertentu.
Selain itu, Robert Hanvey menyebutkan 4 tingkat  cross-cultural awareness (Yan-li, 2007) yaitu:
a)      Awareness of superficial or visible cultural traits. Pada tingkat ini informasi yang diperoleh oleh seseorang berasal dari media atau saat dia mengunjungi suatu Negara atau daerah atau dari pelajaran di sekolah. Yan-li (2007) menyatakan pada level ini pemahaman mereka hanya terlihat dari cirri yang nampak dan mereka jadikan sebagai pandangan streotipe terhadap budaya yang tidak benar-benar mereka pahami.
b)      Awareness of significant and subtle cultural traits that  others are different and therefore problematic.  Pada level ini seseorang mulai memahami dengan baik tentang signifikansi dan ciri budaya yang sangat berbeda dengan caranya sendiri. Hal ini terkadang menimbulkan frustrasi dan kebingungan sehingga terjadi konflik dalam dirinya.
c)      Awareness of significant and subtle cultural traits that others are believable in an intellectual way. Pada level ini seseorang sudah memahami secara signifikan dan perbedaan budayanya dengan orang lain, namun pada level ini seseorang sudah mampu untuk menerima budaya lain secara utuh sebagai manusia.
d)     Awareness of how another culture feels from the standpoint of the insider. Level ini adalah level yang tertinggi dari  cross-cultural awareness.  Pada level ini seseorang mengalami bagaimana perasaan yang dirasakan oleh budaya lain melalui pandangan dari dalam dirinya. Hal ini melibatkan emosi dan juga perilaku yang dilakukannya melalui pengalaman-pengalaman langsungnya dengan situasi danbudaya tertentu seperti belajar bahasa, kebiasaan, dan memahami nilai-nilai yang ada dalam budaya tersebut. 

A.    Kesadaran Budaya Bangsa Indonesia
            Jika kita mendengar kata budaya, maka yang terpikir dibenak kita adalah seni seperti tari-tarian daerah, dan adat istiadat. Padahal makna dari budaya sangat luas. Korupsi yang merupakan suatu tindakan yang haram dilakukan, namun sekarang menjadi budaya karena banyak orang yang melakukan hingga seperti menjadi suatu hal yang biasa dilakukan. Tawuran pelajar yang sering terjadi seperti sudah menjadi “ikon” yang melekat pada pelajar. Seperti inilah kesadaran budaya masyarakat saat ini. Sesuatu hal yang tidak patut menjadi biasa dan mengkristal didalam masyarakat sehingga menjadi budaya.
            Dari sudut pandang yang berbeda, yaitu budaya yang berkaitan dengan seni dan adat. Adanya globalisasi membuat masyarakat berubah. Budaya yang merupakan warisan leluhur dan merupakan suatu hal yang patut kita jaga dan lestarikan lama kelamaan menjadi lenyap. Budaya barat dengan mudahnya masuk kedalam kehidupan masyarakat melalui internet dan mempengaruhi gaya hidup pemuda. Pandangan hidup yang moderat yang menimbulkan munculnya pandangan bahwa kebudayaan yang ada tidak lagi relevan dengan jaman yang modern ini.
            Ketika budaya milik negeri ini sudah diklaim oleh negara lain, baru masyarakat ingat dan sadar bahwa budaya yang dimiliki bangsa ini kaya dan tak ternilai harganya.

B.     Pentingnya kesadaran budaya
            Masyarakat menghasilkan suatu kebudayaan melalui proses sosialisasi. Kebudayaan selalu mengikuti keberadaan masyarakat. Tidak ada satupun masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan dan tidak akan pernah tercipta suatu wujud kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Namun, meskipun budaya diciptakan oleh masyarakat, budaya tersebut dapat pula mengendalikan masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat haruslah pandai dalam mengatur arah gerak dari kebudayaannya.
            Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran budaya sangatlah dibutuhkan dalam mengelola perbedaan-perbedaan budaya yang ada. Hal ini dikarenakan oleh seringnya perbedaan budaya yang menimbulkan konflik-konflik di dalam masyarakat. Masyarakat terkadang lupa bahwa pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pola dan corak kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Sehingga mereka cenderung memperlakukan sama pada setiap bentuk kebudayaan. Padahal budaya itu sendiri terbentuk sesuai dengan corak masyarakat yang bersangkutan. Sikap semacam inilah yang sering sekali memicu kesalahpahaman yang berujung konflik etnis. Dengan kesadaran yang di terapkan oleh anggota masyarakat, maka diharapkan integrasi sosial akan tetap terjaga.
            Arus globalisasi dan modernisasi, memicu unsur-unsur budaya asing masuk dan bersanding dengan kebudayaan lokal. Hal ini akan menimbulkan masalah, jika unsur-unsur budaya asing tersebut tidak sesuai dengan kebudayaan lokal, apabila masyarakat kurang selektif dalam menerima dan memakai budaya luar yang tidak sesuai dengan kebudayaan lokal dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebudayaan yang telah dimilikinya, maka kebudayaan lokal yang merupakan identitas atau jati diri tersebut lambat laun akan pudar. Sebagai contoh Budaya dan bahasa Jawa saat ini semakin terdesak oleh arus perkembangan zaman atau globalisasi, perubahan masyarakat Jawa juga terjadi sangat signifikan dari perubahan pola bahasa hingga tingkah laku, padahal jati diri orang Jawa penuh dengan ajaran kebaikan, kebijaksanaan, narima ing pandum (menerima apa yang telah digariskan oleh Tuhan). Maka dari itu, kesadaran budaya perlu ditumbuhkan di dalam benak anggota masyarakat, kesadaran budaya menciptakan masyarakat menerapkan kearifan lokal dalam menghadapi perubahan zaman khususnya dalam globalisasi dan modernisasi, tanpa kearifan lokal proses modernisasi tidak akan berjalan dengan baik karena kearifan budaya lokal menjadi filter dari modernisasi dalam masyarakat. Sehingga, dengan adanya kesadaran mengenai pentingnya arti kebudayaan bagi masyarakat maka upaya-upaya pelestarian budaya bukanlah hal yang sulit untuk dicapai.
            Kebudayaan mengisi dan menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal tersebut jarang disadari oleh manusia sendiri. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat bahwa walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia, akan tetapi, tidak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaannya. Betapa sulitnya bagi individu untuk menguasai seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat sehingga seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara tepisah dari manusia yang menjadi pendukungnya.
            Maju mundur atau pasang surutnya kebudayaan (culture) sepanjang sejarah kemanusiaan secara mendasar ditentukan oleh bagaimana kebudayaan itu dijadikan sebagai kerangka acuan oleh sebuah masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Akan tetapi melihat realita sekarang ini dengan banyaknya kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini, kebudayaan lokal mulai tergeser oleh kebudayaan pendatang.
            Berikut merupakan cara-cara yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam menumbuhkan kesadaran budaya bagi masyarakat:
1.      Penanaman sikap multikulturalisme secara dini.
Penanaman sikap toleransi terhadap beragam budaya hendaknya dilakukan sejak dini ini dimaksudkan untuk menciptakan kesiapan mental seseorang dalam menyikapi perbedaan yang ada. Dengan bekal kesiapan mental ini, seseorang tidak akan menganggap remeh budaya orang lain. Ia akan lebih memahami pentingnya mengharai dan menghormati kebudayaan yang dimiliki orang lain, sehingga integrasi sosial dapat tercapai dengan baik.
2.      Sosialisasi budaya melalui lembaga pendidikan.
Kebijakan budaya lokal untuk dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan merupakan salah satu cara yang kritis untuk mengatasi degradasi budaya pada generasi muda. Sebagai contoh seni bahasa, tari dan seni musik telah dijadikan sebagai muatan local yang harus ditempuh oleh para peserta didik di sekolah. Tindakan ini secara langsung memberikan bimbingan kepada para siswa bahwa kebudayaan yang kita miliki sudah selayaknya kita lindungi. Kebudayaan tersebutlah yang menjadi aset kekayaan kita.
3.      Penyelenggaraan beragam budaya sebagai upaya pelestarian budaya.
Penyelenggaraan seni tari atau seni musik dalam pertunjukan-pertunjukan merupakan salah satu cara yang bijak dalam usaha mengingatkan kembali kepada kita semua bahwa kitalah yang seharusnya senantiasa melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Usaha ini sedikit banyak kembali mengingatkan kita semua akan pentingnya pelestarian budaya. Pertunjukan ini dapat ditemui dalam agenda hajatan masyarakat yang sering menggunakan pertunjukan ini sebagai upacara perayaan hajatnya. Seni budaya yang digunakan meliputi kebudayaan yang tradisional maupun modern. Bahan tidak menutup kemunginan pula perpaduan diantara keduanya.
4.      Mencintai dan menjaga budaya yang dimiliki. 
Mencintai dan menjaga kelestarian budaya sangat penting dalam hal ini. Tanpa rasa cinta dan peduli terhadap kebudayaan mustahil kita dapat menjaga eksistensi budaya yang kita miliki.

0

sejarah benteng vanderberg



Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan HB I) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri Raja-raja Jawa waktu itu, yaitu Perjanjian Giyanti, karena traktat tersebut disepakati di Desa Giyanti, suatu desa yang terletak di dekat Surakarta.
Langkah pertama yang diambil oleh Sri Sultan HB I adalah memerintahkan membangun kraton. Dengan titah tersebut segera dibuka hutan beringin dimana ditempat tersebut sudah terdapat dusun Pacetokan. Sri Sultan HB I mengumumkan bahwa wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya tersebut diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Ngayogyakarta. Pembagunan Kraton yang semakin pesat menimbulkan kekhawatiran di pihak Belanda sehingga diajukanlah usul untuk membangun sebuah benteng disekitar wilayah kraton. Dalih yang digunakan adalah agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi maksud sesungguhnya Belanda adalah untuk memudahkan melakukan kontrol perkembangan yang terjadi di kraton. Hal ini bisa dilihat dari letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya menghadap ke jalan utama menuju kraton merupakan indikasi utama bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa beridirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda. Besarnya kekuatan dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda termasuk Sri Sultan HB I, oleh karena itu usulan pembangunan benteng dikabulkan.

  Benteng Vredeburg pada masa pendudukan Jepang
Jatuhnya Singapura ke tahngan Jepang membuat kedudukan pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda terancam. Ketika akan menyerang Indonesia, Jepang lebih dulu menguasai darah-daerah penghasil minyak bumi di Kalimantan Timur seperti Tarakan, Pulau Bunyu, dan Balikpapan.penguasaan daerah tersebut sangat penting untuk mendukung kepentingan perang pasukan Jepang di kawasan Pasifik. Setelah Kalimantan, Jepang kemudian menyerang Sumatra, yaitu Dumai, Pakan Baru, dan Palembang. Terakhir baru Jepang menyerang Pulau Jawa dengan mendaratkan pasukannya di Banten, Indramayu, dan Banyuwangi. Dalam waktu singkat  berhasil menduduki tempat strategis di Pulau Jawa. Akhirnya, pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Jawa Barat. Maka sejak itulah Jepang berkuasa di Indonesia.
Masa pendudukan Jepang di Yogyakarta berlangsuing sejak tanggal 6 Maret 1942. Mereka segera menempati gedung-gedung pemerintah yang semula ditempati pemerintah Belanda. Pendudukan tentara Jepang atas kota Yogyakarta berjalan sangat lancar tanpa ada perlawanan. Mereka menggunakan atraksi pawai di jalanan untuk menarik simpati masyarakat Yogyakarta.
Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang berlakukan UU Nomor 1 Tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui, tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempetei, yaitu tentara yang terkenal keras dan kejam.
Di samping itu Benteng Vredeburg juga dikenal sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo-Belanda yang ditangkap. Juga kaum politisi Indonesia yang berhasil ditangkap karena mengadakan gerakan menentang Benteng.
Guna mencukupi kebutuhan senajta, tentara Jepang mendatangkan persenjataan dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan terlebih dulu disimpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut timur laut. Hal itu dengan pertimbangan, bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin.  Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk mempermudah di saat terjadi perang secara mendadak.
Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika Proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Jepang, tetapi secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.
Dari uraian itu dapat dikatakan bahwa pada masa pendudukan Jepang (1942 – 1945) bangunan Bneteng Vredeburg difungsikan sebagai markas tentara Kempetei, gudang mesiu, dan rumah tahanan bagi orang Belanda dan Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.

    Benteng Vredeburg pada masa kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 telah berkumandang di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Berita tersebut sampai ke Yogyakarta melalui Kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta (sekarang Perpustakaan Daerah Jl.Malioboro Yogyakarta). Kepala kantor berita Domei Cabang Yogyakarta waktu itu adalah orang Jepang. Sedangkan, kepala bagian radio adalah Warsono, dengan dibantu oleh tenaga-tenaga lainnya, yaitu Soeparto, Soetjipto, Abdullah, dan Umar Sanusi.
Berita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang diterima oleh Kantor Berita Domei cabang Yogyakarta menimbulkan berbagai aksi, diantaranya: pengibaran bendera merah putih, perampasan bangunan dan pelucutan senjata tentara Jepang. Setelah benteng Vredeburg dikuasai oleh pihak RI, selanjutnya diserahkan kepada instansi militer dan dipergunakan sebagai asrama serta markas pasukan dengan kode staf ‘Q’, dibawah komando Letnan Muda I Radio. Tugas pasukan ini mengurusi perbekalan militer.
Pada masa Agresi Militer II, 19 Desember 1948, benteng Vredeburg menjadi sasaran bom Belanda sehingga kantor TKR yang ada didalamnya hancur. Tentara Belanda dibawah komando Kolonel Van Langen berhasil menguasai Yogyakarta termasuk benteng Vredeburg, yang selanjutnya benteng digunakan sebagai markas IVG (Informatie Voor Geheimen atau Dinas Rahasia Belanda). Disamping itu benteng Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit dan tempat penyimpanan senjata barat (tank, panser dan kendaraan militer lainnya).
Setelah Belanda meninggalkan Yogyakarta (peristiwa Yogya Kembali, 29 Juni 1949) benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang RI) yang pengelolaannya diserahkan kepada Sekolah Militer Akademi. Setelah peristiwa G 30 S/PKI (tahun 1965) untuk sementara benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tapol (tahanan politik) dibawah pengawasan Dephankam.
Tahun 1976 diadakan studi kelayakan bangunan benteng, selanjutnya proses ke arah pelestarian bangunan benteng terus dijalankan. Tanggal 9 Agustus 1980 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku pihak I dan Dr. Daud Jusuf (Mendikbud saat itu) sebagai pihak II tentang ‘Pemanfaatan bangunan bekas benteng Vredeburg sebagai pusat informasi dan pengembangan budaya nusantara’. Tahun 1981 bangunan bekas benteng Vredeburg ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0224/U/1981, tanggal 15 Juli 1981. Tanggal 5 November 1984, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Mendikbud pada saat itu) mengatakan bahwa bangunan bekas benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai Museum Perjuangan Nasional. Dalam perjanjian serta surat Sri Sultan HB IX No. 359/HB/85, tanggal 16 April 1985, disebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang gedung-gedung dalam kompleks benteng diijinkan sesuai dengan kebutuhan. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan untuk ditingkatkan fungsinya sebagai Museum. Tahun 1987 Museum dibuka dan dapat dikunjungi umum. 23 November 1992 bangunan bekas benteng Vredeburg resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional berdasarkan SK Mendikbud RI (saat itu dijabat oleh Prof. Dr. Fuad Hasan) No. 0475/O/1992, dengan nama ‘Museum Benteng Yogyakarta’.

C.     Profil Museum
·         Bangunan
Benteng Vredeburg terdiri atas beberapa bangunan berupa gedung sebagai barak, hunian, mess, dan tempat tinggal dengan luas 2.3 hektar. Arsitektur bangunan di dominasi gaya Jawa-Eropa yang dikerjakan oleh seorang Belanda ahli ilmu bangunan bernama Ir. Frans Haak.
·      Koleksi
Museum benteng Yogyakarta memiliki koleksi berupa bangunan yang merupakan benteng pertahanan. Koleksi bangunan ini terdiri atas selokan atau parit, jembatan angkat, tembok keliling, pintu Gerbang, dan bangunan lainnya yang berupa bangsal-bangsal. Koleksi lainnya berupa peralatan rumah tangga, senjata, naskah, pakaian, peralatan dapur, dan koleksi foto, lukisan, serta koleksi peristiwa sejarah dalam bentuk diorama sebanyak 55 buah yang di tempakan dalam 4 ruangan.
·         Pelayanan
Hari dan jam kerja benteng/buka museum vredeburg:
Selasa- Kamis pukul 08.00-14.00, Jumat 08.00-11.00, Sabtu 08.00-12.00, Minggu 08.00-12.00, Senin tutup. Harga tiket untuk dewasa dan anak-anak Rp. 2000,00. Jika memerlukan pemandu, pihak museum menyediakan tenaga professional.

D.    Koleksi Museum
1.      Selokan atau parit
2.      Jembatan
3.      Tembok (Beteng)
4.      Pintu gerbang
5.      Bangunan-bangunan di bagian tengah

E.     Benteng Vredeburg menjadi Daerah Tujuan Wisata
Benteng Vredeburg menjadi salah satu daerah tujuan wisata karena dipengaruhi oleh beberapa hal penting, antara lain:
1.      Lokasi yang strategis
Benteng Vredeburg berada pada posisi strategis. Berada di tengah-tengah daerah tujuan wisata lainnya, seperti Malioboro, Taman Pintar, Alun-Alun Utara, dan Kraton Yogyakarta. Kawasan sekitarnya selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik dan wisatawan asing.
2.      Transportasi
Transpotasi menuju maupun meninggalkan benteng Vredeburg pun dapat dikatakan mudah. Karena dengan tempat yang strategis sebagai penunjang banyaknya wisatawan yang datang. Kendaraan yang dapat dipakai pun bermacam-macam. Seperti bus kota, taksi, andong (kereta kuda), dan becak. Untuk tarif masing-masing jenis kendaraan tentu berbeda. Untuk bus dan taksi disesuakan dengan jarak tempuh ddan tujuan. Kemudian untuk andong dan becak tentu sudah di tentukan harganya. Tetapi kita dapat melakukan tawar menawar apabila dirasa terlalu berat untuk kantong kita. Namun sensasi berkeliling kota jogja maupun menyusuri jalan malioboro akan terasa lebih eksotik dan menghibur.
3.      Kreatifitas
Kreatifitas di Benteng Vredeburg dapat dilihat dari adanya ruang pameran yang menampilkan bermacam-macam koleksi museum. Pameran di Benteng Vredeburg dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tata pameran di luar gedung dan tata pameran di dalam gedung. Tata pameran di luar gedung adalah gedung-gedung itu sendiri yang berdiri sedemikian rupa sehingga menjadi tata pameran bangunan kompleks benteng vredeburg sebagai bangunan peninggalan kolonial Belanda di Yogyakarta. 
Sedangkan, tata pameran di dalam gedung adalah tata pameran yang disajikan di dalam gedung. Saat ini  museum benteng Vredeburg Yogyakarta telah menyajikan koleksi museum dalam ruang pameran tetap dalam minirama I sampai dengan minirama IV, ditambah dengan ruang pameran khusus.
4.      Kuliner
Kuliner merupakan salah satu daya tarik para wisatawan domestik atau asing untuk mengunjungi tempat wisata. Salah satunya adalah Benteng Vredeburg Yogyakarta. Kuliner yang terdapat di benteng vredeburg adalah Indische koffe. Indische Koffie menawarkan berbagai pilihan area dengan suasana yang berbeda pula untuk menikmati hidangan yang lezat dan nikmat, Area indoor yang terdiri dari area square, round dan Bar. Area ini dikhususkan bagi pengunjung yang tidak merokok dan juga tempat ini bisa digunakan sebagai tempat mengelar acara semisal ulang tahun, syukuran atau makan malam. Area Bar merupakan tempat yang menarik dan sayang untuk dilewatkan begitu saja terutama anda para pecinta kopi dimana anda dapat menyaksikan aksi barista Indische Koffie dalam meracik minuman.
Sedangkan area outdoor merupakan area bagi para pengunjung yang merokok, area ini terdiri dari area teras, parasol, dan outdoor bar. Ditempat ini sembari menikmati sajian dari Indische Koffie anda dapat menyaksikan gemerlapnya titik nol yang didukung oleh pemandangan kebun yang asri. Menu yang ditawarkan mulai dari menu western hingga masakan Indonesia yang cukup variatif mulai dari snack, main course hingga dessert dengan harga mulai Rp. 5.000,- ++ hingga Rp. 148.000,- ++. Kenyamanan, keindahan serta kenikmatan indische Koffie dapat anda nikmati setipa hari selasa hingga minggu pukul 09.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB.

F.      Pengaruh adanya Museum Benteng Vredeburg bagi masyarakat, nilai dan norma, serta interaksi
Masyarakat merupakan organ atau aspek yang memiliki fungsi tersendiri. Setiap adanya sesuatu yang baru dalam sebuah lingkungan kemungkinan besar juga akan berdampak atau berpengaruh pada lingkungan tersebut dan sekitarnya.
Objek wisata Benteng Vredeburg memiliki pengaruh positif bagi masyarakat. Seperti banyaknya peadagang yang berjualan di sekitar Benteng Vredeburg. Hal ini erat kaitannya dengan keadaan ekonomi masyarakat sekitar yang mengalami peningkatan.
Museum Benteng Vredeburg banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan domestic maupun wisatawan asing. Hal tersebut memperkuat pola interaksi yang terjadi di dalamnya. Mulai dari interaksi yang bersifat dua arah, maupun interaksi yang bersifat searah. Hubungan timbal balik antara pengunjung dengan fasilitator Museum Benteng Vredeburg dapat dikatakan sebagai interaksi yang bersifat dua arah. Interaksi tersebut terjadi secara langsung atau dapat dikatakan sebagai interaksi verbal. Fasilitator Museum Benteng Vredeburg sebagai pihak yang memberikan informasi kepada pengunjung, dan pengunjung sebagai pihak yang menerima informasi. Museum Benteng Vredeburg memiliki empat ruang Diorama yang mana memberikan informasi kepada setiap pengunjung. Pada saat pemberian dan penerimaan informasi inilah terjadi interaksi yang bersifat searah. Berdasarkan narasumber yang telah kami wawancarai, fasilitator Museum Benteng Vredeburg dituntut untuk menguasai beberapa bahasa yang berbeda guna mempermudah proses interaksi dengan para pengunjung. Kita tahu bahwa tidak semua pengunjung berasal dari dalam negeri.
Banyak nilai yang ditanamkan di Museum Benteng Vredeburg. Diorama yang menggambarkan sejarah Indonesia, perjuangan para pahlawan, serta benda-benda peninggalan sejarah menanamkan rasa cinta tanah air. Para pengunjung seperti merasakan apa yang dirasakan oleh para pahlawan sehingga tumbuh rasa bela negara, rasa semangat untuk mempertahankan negara, serta nasionalisme.
Selain nilai yang ditanamkan di Museum Benteng Vredeburg, norma juga tidak kalah pentingnya untuk diterapkan. Norma diterapkan untuk menciptakan keteraturan baik dari pihak internal maupun pihak eksternal Museum Benteng Vredeburg. Norma yang diterapkan seperti penggunaan tiket. Para pengunjung yang tidak memiliki tiket dilarang masuk ke dalam museum terkecuali pengunjung yang hanya ingin mengembalikan buku perpustakaan. Pembagian jam kerja serta jadwal museum sendiri merupakan norma yang diterapkan.  Menurut narasumber, para pengunjung yang meminjam buku perpustakaan dan mengembalikan tidak tepat pada waktunya, maka akan dikenai denda sebesar Rp.500,- tiap buku/hari. Norma-norma tersebut menciptakan keteraturan sosial dan menciptakan kenyamanan baik bagi pengunjung maupun pihak internal museum.